Sabtu, 18 September 2010

Science of Food - Food Properties


Apa perbedaan antara mereka yang menyantap kambing guling di sebuah pedesaan di pedalaman norwegia dengan mereka yang dengan table manner makan sederet makanan 4 tahap di restoran bintang 5? Secara ilmiah, tidak ada. Makanan adalah makanan, bagaimanapun penyajiannya. Namun, nilai dari keratan kambing guling berbeda dengan irisan daging kambing dengan garnish yang memukau, berbeda di mata para penyantap berselera tinggi. Bagi mereka, ada seni yang harus bermain dalam penyajian makanan.

Aku pernah makan di warung yang makanannya seharga sepuluh ribuan rupiah dan di sebuah bistro dengan harga per santapan berkisar dua sampai tiga ratus ribu rupiah. Aku menemukan, harga tidak menentukan apa yang dirasakan lidah. Bahkan penyajian yang berlebihan pun terkadang membuat makanan lebih terasa seperti benda pajangan. Bukan berarti, seni panyajian itu tidak penting, lho! Karenanya, di sini, saya akan membagi apa yang saya temukan dari petualangan saya di dunia makanan.

Ada empat kualitas yang harus dijaga betul dalam makanan: Rasa, Bau, Penampilan, dan Penyajian

Rasa

Kita tak perlu berdebat panjang tentang mengapa rasa merupakan kualitas terpenting suatu makanan. Inilah penentu apakah makanan akan diterima lidah untuk lolos masuk ke dalam lambung. Inilah yang membuat kita memutuskan makanan favorit kita. Tapi rasa yang dimaksud di sini bukanlah 'enak' atau 'lezat', melainkan hanya sesederhana 'manis', 'pahit', 'asin', 'asam', dan 'pedas'. Kemampuan seorang chef mengkombinasikan kelima jenis rasa ini dan menghasilkan rasa baru adalah kemampuan dasar seorang chef.

Keterampilan chef mengolah bahan makanan juga menentukan ketahanan rasa asli dalam bahan selama proses. Karenanya, seorang chef harus mengenali sifat-sifat bahan makanan yang dipakainya dalam memasak. Di atas semuanya, bukankah rasa adalah segalanya untuk makanan.

Bau

Pada makanan, bau adalah tim marketingnya. Ia yang memberi iming-iming tentang bagaimana rasa makanan yang diwakilinya. Ia yang memperkenalkan citra rasa yang dibawanya dari makanan. Oleh karenanya, bau haruslah menggoda. Untuk mengundang lidah mencicipi, bau haruslah memancing keinginan untuk makan. Bahkan ada yang bilang, mereka bisa membayangkan rasa dari bau yang tercium.

Medium untuk penyampaian bau adalah udara. Oleh karenanya, agar tidak terpengaruh bebauan luar, adalah tindakan bijak untuk tidak menyantap makanan dekat tempat sampah, atau apapun yang berbau tajam.

Mungkin bau merupakan penggugah selera, tetapi beberapa makanan sengaja menipu hidung. Pada beberapa kasus, makanan yang berbau enak, tidak menjadikan rasanya cukup lezat. Tapi, beberapa makanan yang berbau khas, tidak memberi kesan yang sama bagi setiap orang. Pete misalnya, bila kau menyukai rasanya maka kau pasti menyenangi baunya, juga sebaliknya.

Penampilan

Penampilan adalah apa yang tercerap mata. Karena itu, saat hidung kita sedang mampet, maka yang akan mengundang lidah kita untuk mencicip adalah penampilan. Penampilan tidak sesederhana sebutannya. Penampilan makanan yang kita sebut di sini terwakili oleh warna, bentuk, tekstur, dan yah, kalau kau ingin menyertakannya, garnish.

Warna membantu kita menebak rasa. Warna merah identik dengan pedas. Warna kuning dengan asin. Warna hijau dengan asam. Tapi siapa yang membayangkan kuah cumi-cumi rebus yang hitam legam rasanya begitu gurih.

Bentuk membuat kita mengenali identitas makanan. Nasi adalah nasi karena bentuknya yang lonjong kecil dan berpeserta banyak sekali. Mie haruslah berupa lembaran panjang, karena bentuk gepeng sudah didaulat untuk dadar. Bentuk, adalah apa yang menjadi ciri utama makanan. Bahkan meski ada ratusan varian dari pasta, kita mengenalinya dari adanya serombongan pasta jenis apapun yang dituangi bumbu dengan konten daging, sayuran, atau ikan.

Tekstur mungkin hanya bisa dirasakan lidah, tapi mata dapat menangkap apakah suatu makanan keras, lembut, atau kasar. Ini penting, untuk pengalaman menyantap.

Garnish adalah hiasan. Kadang terdiri dari bahan yang tidak diperlukan di tim inti, namun kehadirannya menambah nilai jual makanan, atau sebut saja, nilai menggoda. Sop buntut masih tetap seenak itu tanpa dihiasi cabe merah besar yang dibentuk seperti bunga. Namun demikian, di dunia perkuean dan perotian, garnish merupakan hal mutlak.

Penyajian

Anda bisa menyertakan apapun yang tak termasuk tiga di atas di sini. Sangat banyak faktor yang harus didaftar untuk menyebutkan selengkap mungkin faktor penentu mutu penyajian. Sebut saja: suhu, timing, suasana, ukuran, kombinasi, komplimentari, dan sebagainya.

Pernah makan sup dingin? Membayangkannya mungkin tidak enak, tapi beberapa sup mencapai nilai terbaiknya disajikan dingin. Timing tak kalah penting. Bukankah selalu paling nikmat ketika makan pada saat lapar saja. Makanan berkuah panas akan sangat menggiurkan untuk disantap sembari menonton hujan. Siapa yang mau makan Big Mac, kalau kita punya mulut kecil saja?

Penyajian mungkin terletak pada urutan paling remeh yang bisa ia tempati, tetapi kepentingan yang dikandungnya sangat tinggi. Orang bisa berpaling dari seleranya hanya karena penyajian buruk. Orang mungkin saja bersedia mencicipi sesuatu yang tidak jelas, selama penyajian cocok dengan seleranya.
All in All, makanan boleh mempercantik diri, tetapi makan ternyata kembali pada selera. Manusia makan untuk alasan berbeda, tetapi efek sampingnya biasanya satu: kenyang! Itu saja. Sederhana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar