Minggu, 19 September 2010

Seberapa Bebaskah Kebabasan Berbicara Itu?

Kebebasan berbicara. Hak ini sudah menjadi isu sejak dulu, jaman kerajaan. Kenapa? Kata, di luar dugaan, memiliki kekuatan yang lebih besar dari yang kita duga. Dengan kata—dan bahasa tentu saja—kita bisa membuat orang marah, membujuk orang untuk melakukan yang kita mau, menyanjung, menghina, merenung, dan banyak lagi. Sayang sekali, semakin zaman berkembang, dan penggunaan kata semakin luas menyentuh aspek kehidupan semua orang, semakin gumaman yang tadinya untuk diri sendiri menjadi posting di situs jejaring sosial yang terbaca semua orang, semakin pula semua orang menjadi sangat sensitif dengan yang dikatakan orang lain. 

Saya membicarakan seorang pasien yang curhat tentang perlakuan buruk RS yang berakhir menuai tuntutan pencemaran nama baik oleh RS tersebut. Saya membicarakan seorang artis yang meneriakkan kekesalannya dan tiba-tiba dikecam oleh media yang dihujatnya.

Bolehkah kita mengungkapkan apa yang kita pikirkan begitu saja? Jawabannya: Boleh. Itu adalah hak. Mutlak. Ini bukan jaman kerajaan di mana raja adalah sosok yang harus sempurna dan rakyat jelata yang mengatakan sesuatu yang mendiskreditkannya pun harus dihukum. Hanya saja: Ingat! Setiap tindakan ada konsekuensi. Kata bisa menyakiti orang lain. Membuat mereka merasa terhina. Lebih bijaksana untuk mempertimbangkan apa efek dari isi tulisan kita sebelum kita menekan tombol share. Bayangkan hidup yang kita ubah. Reputasi yang kita hancurkan. Selalu Baca Ulang! Tidak begitu sulit memilih kata yang lebih lembut dan tidak ‘tembak langsung’ tapi tetap mampu mewakili apa yang kita rasakan. Pilihan yang keras pun seharusnya tak akan menjadi masalah asalkan lingkungan yang kita teriaki bisa menerima.

Hinalah media secara cerdas. Anda BEBAS!
(Artikel ini juga dikenal dengan judul How Free is The Freedom of Speech)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar